RESENSI FILM

 Bererita tentang perdebatan tentang larangan menikah antara suku Sunda dan Jawa




 

Sutradara : oleh Herwin Novianto.

Produser: Frederica

Penulis scenario : Herwin Novianto M. Haris Suhud Syaikhu Luthfi

Pemeran : Baim Wong Onadio Leonardo Clara Bernadeth

Penata musik : Egi

Sinematografer : Gunung Nusa Pelita

Penyunting : M. Ali Ridho

Perusahaan produksi : Falcon Pictures

Distributor : Disney+ Hotstar

Tanggal rilis : 5 Februari 2021 (Indonesia)

Durasi : 77 menit

Negara : Indonesia

Bahasa : Bahasa Indonesia

 

Salah satu poin yang sangat menarik untuk diangkat dari sebuah film Indonesia adalah kelokalan yang majemuk. Indonesia sendiri memiliki banyak warna, mulai dari agama, etnis, dan suku bangsa. Hal ini secara jelas terlihat diangkat oleh para sineas lokal dari film-film orisinil yang dikeluarkan di platform streaming seperti Disney+ Hotstar ID dan Netflix.

Nah kali ini, ada sebuah film baru yang mengangkat soal perbedaan itu, namanya ‘Agen Dunia’.  Film ini dibintangi oleh Baim Wong, Onadio, dan Clara Bernadeth. Ceritanya antara sepasang kekasih yang teranca menikah dan seorang “Agen Dunia” yang bisa mengerjakan apa saja namun kini jasanya sudah gak laku karena perkembangan teknologi.

Banyak permasalahan sebetulnya terkait film ini, baik jika dilihat secara naratif maupun sinematik. Dari naratifnya dulu, ‘Agen Dunia’ memiliki eksposisi yang ringan dan kocak, namun jatuhnya malah aneh. Soalnya dalam dunia ini, tidak ada yang namanya “Agen Dunia”. Adanya calo.

Konsep agen dunia otomatis akan masuk ke dalam benak penonton sebagai sesuatu yang benar-benar baru, sehingga perlu dikasih tau dulu secara meyakinkan apa sebetulnya profesi ini agar penonton bisa menerimanya dengan baik. Cuman film ternyata langsung kasih lihat karakter Jamal (Baim Wong) yang bisa kerjain apa saja. Segala urusan beres.

 

Sebetulnya dari tampilan Jamal ini sudah cukup menarik. Diperankan Baim Wong, kemudian taampilannya juga bagus, kendaraan yang ia naikin di awal juga menjelaskan sesuatu. Tapi kerangka untuk menyusun karakter Jamal ini tidak kuat sehingga penonton bisa jadi tidak bisa relate dengannya. Mendingan sekalian aja film mengatakan bahwa Jamal adalah seorang calo. Itu lebih ngena dan bisa dimainkan lagi karena calo sendiri pada dasarny adalah sebuaah profesi yang dilarang.

Soal tidak relate dengan Jamal ini bakal kelihatan sekali impact-nya ketika film diceritakan sudah berjalan dua tahun setelahnya. Dari segi konsep, ada kejanggalan di sini karena Jamal bilang kalau penyebab karirnya sebagai agen dunia menurun itu gara-gara teknologi. Ini adalah sebuah creative decision tersebut adalah sesuatu yang kurang bijaksana.

Mengapa demikian? Well, coba perhatikan waktu dan kondisinya, deh! Kalau dilihat-lihat, kondisi dunia cerita filmnya saat awal-awal itu terlihat seperti kondisi kita saat ini, di mana penggunaan teknologi sudah massif. Bukan di zaman, let’s say, 90-an.

Nah ketika dua tahun setelahnya Jamal gagal sebagai agen dunia dengan dalih teknologi, jelas ini sesuatu yang tidak masuk akal. Rentang dua tahun juga nampaknya bukan sebuah pilihan rentang tahun yang tepat jika alasan bagi character development Jamal adalah ketidakmampuan untuk catch-up dengan teknologi.

Kemudian ketika film masuk ke dua tahun setelahnya, kita bisa jadi semakin tidak invest dengan karakter Jamal. Soalnya selain tadi kerangka karakternya kurang kuat (jika tidak ingin dikatakan terlalu “ngadi-ngadi”), kausalitas dari Jamal yang kini hidupnya jatuh juga kurang oke.

Beranjak ke relationship, hubungan antara karakter Jamal dengan karakter cowok desainer yang diperankan oleh Onad sebetulnya lumayan. Mungkin ini adalah salah satu poin positif dari “Agen Dunia”, meskipun tentu saja tidak dapat menyelamatkan keseluruhan filmnya. Perkenalan mereka memang biasa banget, namun cara menyambungkannya dengan kebutuhan si cowok nantinya lumayan smooth, lah. Terdapat satu titik di mana kita bisa ngeh kalau di sini nyambungnya antara cerita dari si cowok desainer dengan Jamal.

Oleh :

Muhammad febryanto akbar putra 10080020194

Komentar